Jumat, 15 Februari 2013

PEMILU dan PARTISIPASI POLITIK MAHASISWA




Partisipasi politik adalah aktivitas warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri. Sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.

Namun, Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Partisipasi sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.

Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).


Landasan Partisipasi Politik

Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini menjadi :

  1. kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
  2. kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.
  3. lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
  4. partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan
  5. golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
 

Mode Partisipasi Politik

Mode partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 bagian besar : Conventional dan Unconventional. Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students protest), dan terror.

Bentuk Partisipasi Politik

Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :
  1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
  2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
  3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
  4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
  5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.

Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.

 Mahasiswa dan Partisipasi Politik dalam Pemilu
Mahasiswa merupakan komponen penting dalam membangun sistem demokrasi dalam politik di Indonesia. Karena itu peran politik mahasiswa sangatlah diharapakan, dimana dalam dinamika politik Negara, kekuatan mahasiswa terletak pada independensinya dan daya kritisnya. Mahasiswa dianggap sebagai kelompok yang tidak terikat dengan kepentingan politik tertentu sehingga suara mahasiswa dianggap merupakan suara dengan muatan-muatan ideal non political interest.
Pemilu sebagai sarana demokrasi dalam sistem politik di Indonesia, membutuhkan partisipasi politik mahasiswa.  Seperti apa bentuk partisipasi politik mahasiswa ?
Mengacu dari pendapat Huntington yang mengklasifikasi bentuk partisipasi politik  menjadi 5 bentuk yaitu:
  1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
  2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
  3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
  4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
  5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembunuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Maka, dalam fakta politik di Indonesia, 5 bentuk partisipasi politik tersebut diperankan oleh mahasiswa mahasiswa . Dalam konteks pemilu maka peran / partisipasi politik mahasiswa dapat berupa:
1.       Kegiatan Pemilihan
a.       Mengkritisi Parpol, Caleg dan Proses Pemilu
b.      Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat (pendidikan pemilih / voters education)
c.       Pemantauan Pemilu
d.      Menggunakan hak pilih
e.       Terlibat dalam lembaga penyelenggara pemilu dan lembaga pengawas pemilu
2.      Lobby memperjuangkan aspirasi rakyat dalam pelaksanaan Pemilu Jurdil, misalnya melakukan lobby kepada lembaga penyelenggara Pemilu untuk memperjuangkan hak pilih bagi masyarakat tertentu yang didiskriminasi dalam hal penggunaan hak pilih atau keterdaftaran dalam daftar pemilih.
3.      Kegiatan organisasi misalnya pendidikan politik, atau keterlibatan dalam pembuatan peraturan menyangkut Pemilu
4.      Contacting, membangun jaringan dengan semua stakeholder, dalam rangka memperjuangkan penyelenggaraan Pemilu yang jurdil.
5.      Aksi pressure massa, apabila semua bentuk partisipasi politik tersumbat atau tidak terakomodir dalam memperjuangan hak-hak politik rakyat.
----------------------------------------------------

Referensi :
  • Christina Holtz-Bacha, Political Disaffection, dalam dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008) p.577-9.
  • Jan W. van Deth, Political Participation, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008) p.531-2.
  • Kai Arzheimer, Political Efficacy, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008) p. 579-80.
  • Oscar Garcia Luengo, E-Activism New Media and Political Participation in Europe, (CONFines 2/4 agosto-diciembre 2006)
  • Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.